Kamis, 03 Desember 2015

Hidup itu Seperti Melempar Batu

Hey, pernah nggak kamu ngerasa nggak berguna banget? Hidup kamu kerasa nggak guna. Kosong. Hampa. Apa sih yang kamu lakuin selama ini? Kok nggak ada hal gede yang sekiranya wow gitu. Pernah?

Hey, kamu pasti pernah ambil keputusan dalam hidupmu kan? Jangan yang gede-gede dulu yang dipikirkan. Maksud saya gini, coba pikirkan pagi ini kamu memutuskan bangun jam berapa. Pasti ada di antara kamu yang bangunnya terjadwal. Baik terjadwal oleh kebiasaan maupun terjadwal oleh alarm. Saya termasuk orang yang bangun paginya terjadwal oleh alarm. Dan saat alarm berbunyi, saya menentukan. Saya memutuskan saya akan memencet tombol snooze atau tombol stop.
Pagi ini, hari kamu dimulai lagi. Belum ada hal gede yang kamu lakuin selama ini, kamu bilang? Kamu bilang gitu karena kamu nggak bisa melihatnya saja!

Hidup semua orang di dunia ini bisa kita ibaratkan seperti melempar batu di sebuah danau tenang. Mak cemplung! Begitu bunyinya. Yang kamu lihat apa? Dari tempat batu yang nyemplung tadi, muncul gelombang yang semakin lama semakin besar diameternya. Disusul oleh gelombang air lain yang terus muncul susul-menyusul, sampai airnya tenang lagi. Lalu kita lempar batu lagi. Muncul gelombang lagi. Terus menerus sampai tenang lagi.

Nah, apa hubungannya sama hidup, Ep?
Ya itu tadi. Jika kita sedang mengambil keputusan, anggap saja kita sedang melempar batu. Keputusan/hal tersepele yang kita ambil-pun sebenarnya bisa menyebabkan ripple effect; gelombang; atau dampak yang terus berkelanjutan.

Contohnya balik ke acara bangun tidur tadi pagi. Saya putuskan untuk memencet snooze. Masih ngantuk. Tidur lagi saja. *tidak patut ditiru* kemudian saya bangun kesiangan. Matahari sudah hampir muncul. Bergegas pergi ke kamar mandi untuk ambil wudu dan sholat cepet-cepet. Setelah itu makan, mandi, dan bersiap-siap untuk berangkat mengajar. Saya lirik indikator bahan bakar. Sebenarnya saya berencana mengisinya karena sorenya saya harus mengajar di kantor yang lumayan jauh (Pasirian) dari tempat tinggal saya. Tapi gara-gara kesiangan tadi, saya putuskan untuk mengisinya nanti sepulang mengajar.

Setelah sampai di sekolah, salah seorang guru yang memiliki jadwal mengajar setelah jam saya, menawarkan kepada saya untuk mengambil jam pelajaran terakhirnya untuk saya menyelesaikan materi. Saya setuju, karena materi kimia kelas XII kurang sedikit lagi yang belum saya ajarkan. Namun konsekuensinya saya pulang dari sekolah lebih siang lagi yang mengakibatkan saya lupa lagi tidak mengisi bahan bakar.

Sampai di rumah, saya juga terburu-buru bersiap-siap untuk menuju tempat mengajar les di Pasirian. Akhirnya? Lagi-lagi tidak sempat untuk mengisi bahan bakar. 'Ah sudahlah, entar aja pulangnya,' pikir saya. Mungkin cuma keputusan kecil. Tapi pada saat pulang, saya mampir pom bensin dekat kantor, saya dapati stan bahan bakar pertamax kosong. Habis. Padahal *ehm gak sombong* saya jarang banget isi premium buat motor saya. Tapi nggak papa, lah. Namanya juga darurat. Sambil mas-mas gantengnya ngisiin premium ke tangki motor, saya mengeluarkan dua lembar uang sepuluh ribuan untuk membayar. Biasanya kalau saya mengisi pertamax, 20ribu ini mendapatkan tidak terlalu banyak bahan bakar tapi tahan atau awet selama seminggu.

Saya salah perhitungan. Ternyata premium kapasitasnya lebih banyak daripada bensin pertamax karena harganya yang lebih murah. Tangki motor saya tidak cukup menampung untuk pengisian 20rb. Saya lupa sama sekali. Akhirnya uang 20rb yang saya keluarkan jadi wasted. Tangki bahan bakar motor saya sudah meluberkan bensin kemana-mana. Kemudian kembalian dari mas-mas ganteng yang tidak seberapa itu hendak saya masukkan ke saku celana. Tapi saya urungkan niat tersebut, saya melihat kepada bapak-bapak yang berdiri di pojokan sambil bawa kotak amalan. Saya hampiri dan saya masukkan kembalian saya tadi ke dalan kotak amal pembangunan masjid yang dipegang bapak itu.

Jadi misalnya tadi pagi saya nggak pencet 'snooze', mungkin saya tidak sempat bertemu dengan bapak-bapak itu dan tidak sempat bersedekah ke kotak amal yang dibawanya sore ini.

Apa yang dilalui bapak itu juga sama. Cuman mungkin apa yang beliau alami lebih lebih struggle daripada yang saya alami. Berdiri terus di sudut POM bensin untuk mendapat biaya jariyah pembangunan masjid. Dan saya yakin struggle bapaknya nggak mungkin cuma di POM bensin itu saja. Pasti sebelumnya beliau sudah berkeliling untuk mencari sumbangan jariyah. Jika beliau tidak melakukan ini? Apa yang terjadi dengan masjidnya? Bisa jadi terbengkalai, kan?


Hidup ini perjalanan sebab akibat. Bisakah seseorang mempengaruhi hidup orang lain? Tentu bisa. Coba bayangkan saya memegang sebuah batu. Kamu juga memegang sebuah batu. Kita lemparkan batu tersebut ke dalam danau yang sama. Apa yang terjadi? Ya. Cepat atau lambat gelombang atau ripple effect yang ditimbulkan oleh lemparan batu tadi akan bertemu. Dengan arah yang berlawanan, saling mempengaruhi. Lama-lama tenang lagi. Kira-kira seperti itu.

Memangnya dari ceritamu yang bangun tidur tadi, mananya yang bertemu dengan ripple effect dari orang lain, Ep?

Nah, hari ini teman saya (yang guru juga) mengambil keputusan untuk memberikan jam mengajarnya kepada saya. Saya memutuskan untuk menyetujuinya. Saya pulang lebih siang, tapi beliau jadi memiliki waktu luang. Waktu tersebut mungkin bisa beliau manfaatkan untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan beliau yang mungkin belum selesai. Maklum mau UAS, jadi banyak kerjaan di sekolah. Lalu dengan bertambahnya waktu mengerjakannya, beliau mungkin punya lebih banyak waktu di rumah untuk menyenangkan anak dan suaminya. Jalan-jalan misalnya. Atau beli bensin. Dengan begitu, ripple effectnya bertemu lagi dengan milik anak dan suaminya. Nah.

Bisa juga seperti ini, saya memutuskan memasukkan uang kembalian beli premium yang tidak seberapa tadi ke dalam kotak amal, dan bapak itu memutuskan berdiri di pom bensin tersebut sampai datang magrib (misalnya). Apa yang terjadi jika dia memutuskan untuk meninggalkan pom saat ashar? Saya nggak bisa ketemu dengan bapak itu, dan tidak bisa menyedekahkan sedikit rejeki. Padahal uang hasil sedekah yang terkumpul akan digunakan untuk pembangunan masjid, yang masjidnya misalnya pada masa depan digunakan untuk sholat berjamaah setiap hari, majlis taklim, bahkan bisa jadi pesantren gede (misale lho rek!). Kalo ini udah berat sodara2.. sebab akibatnya berhubungan dengan apa yang akan kita peroleh di akhirat nanti. #wuusshhh

Apa jadinya kalau saya tadi pagi menekan tombol stop, memutuskan bangun, dan tidak kesiangan? Hal yang berbeda, tentu saja. Tapi kenapa saya memilih snooze? Kenapa kamu memilih snooze/stop*) alarm? *)coret salah satu #haraaa

Itu semua udah digarisin sama Sang Pencipta. Takdir. Destiny. Jangan remehkan kekuatan takdir. Sekecil apapun hal yang kita perbuat, jangan dianggap kecil. Kamu pasti sudah pernah membuat hal besar, karena sekecil keputusan yang kita buat, tetap akan ada ripple effect yang mengikuti kamu. Gelombang susulan-lah kasarannya. Bisa ngaruhnya ke kamu. Bisa ngaruhnya ke hidup orang lain juga.
Itu baru keputusan-keputusan kecil. 

Bagaimana dengan keputusan-keputusan besar? Tentu sama. Mak blung! Akan menimbulkan ripple effect yang hebat pula. Contohnya gini. Saya waktu kecil suka sekali belajar membaca. Orang tua saya memutuskan membelikan buku 'Praktis Membaca' dan saya pelajari sendiri saat saya masih kelas TK nol kecil. Anak jaman dulu (tahun 97an) kelas nol kecil dan bisa baca? Itu udah hebat banget menurut guru saya. Akhirnya orang tua saya disarankan oleh beliau untuk mencoba menyekolahkan saya di sekolah favorit di daerah kota, padahal rata-rata anak di desa saya juga bersekolah di SD sebelah balai desa sini.

Saya masuk sekolah favorit. Selama beberapa tahun semangat belajar saya terus tumbuh, hingga saat SMP saya disarankan orang tua untuk mengikuti program akselerasi atau percepatan sekolah 2 tahun. Itulah keputusan besarnya. Saya putuskan untuk mengambil program tersebut. Apa jadinya kalau saya memutuskan yang sebaliknya? Nggak mau masuk aksel, misalnya?

Saya nggak akan bisa ketemu sama temen-temen sekelas di SMP yang sampai sekarang persaudaraan dan silaturahminya kuat banget. Saya nggak akan lulus bareng-bareng dengan kakak-kakak kelas yang notabene angkatannya satu tingkat di atas saya. Saya nggak akan ketemu dengan sahabat-sahabat saya ELVAVINICA di kelas saat SMA dan sekelas selama tiga tahun sama mereka. Dan ekstrimnya lagi, saya pasti belum lulus SMA di tahun 2010. Hara. Kalau itu terjadi, saya nggak akan pernah kenal sama temen-temen kuliah saya yang unyu-unyu. Iya. Nggak bakal ketemu dia juga. Eman kan, nggak ketemu saya? Nggak kenal saya? Alhamdulillah ngunu lho, rek.


Semuanya sudah digariskan oleh Allah. Jadi, apabila waktu itu saya mengambil keputusan yang sebaliknya, mungkinkah saya mendapat pengalaman yang semenakjubkan ini dalam 22 tahun hidup saya? Itu juga mungkin terjadi. Tapi inilah yang digariskan oleh Allah. Apa yang kita lakukan/putuskan di masa lalu merupakan sebab dari sebuah akibat yang kita alami di masa sekarang. Kalaupun masa-masa sekarang tidak terlalu menyenangkan bagi kita, struggling gitu, tenang saja. Semuanya akan terlewati dan pasti ada hikmahnya. Ada manfaat yang akan kita petik nantinya. Ada ripple effect yang akan mengikuti. Kalau bukan di kehidupan kita, mungkin di hidup orang lain. Tunggu saja dengan sabar dan lakukan sesuatu yang positif.

Artikel ini saya tulis berdasarkan pengalaman tadi pagi, novel dari Tere Liye yang berjudul Rembulan Tenggelam di Wajahmu (tentang hubungan sebab-akibat dari kehidupan), dan salah satu serial TV How I Met Your Mother Season 2 Episode "Lucky Penny" (tentang ripple effect). Semoga bermanfaat dan menginspirasi, ya. Feel free to leave comment and share!
Thank youuuu ;)

2 komentar:

  1. Panjang amat neng, lelah mata bacanya wkwkw. Nice write keep on it

    BalasHapus
    Balasan
    1. Heeeeh, nang neng ae manggile. Ngelamak adek.. wkwk thanks udah mampir 😁 :D

      Hapus

Kasih masukan aja gak papa. Tambahin pendapat juga gak papa. Kalo ada pendapat lain sampein aja. Kritik aja juga gak papa. Terserah mau nulis apa deh, biar rame. Oke? *peluk cium dari header*