Selasa, 29 Desember 2015

Acaranya Kekinian, Judulnya Loemadjang Djaman Doeloe (Part 3)

Minggu lalu saya nulis tentang main egrang, ya? Hehehe. Iya ini part terakhir cerita saya main di LDD. Jadi tidak usah protes lagi kenapa ceritanya kok kepanjangan. Dan iya, emang acaranya semacam MTD gitu, tapi ini di Lumajang. Di Lumajang. Clear? Oke kita lanjutkan perjalanan kita.

Setelah mengembalikan egrang dan ‘mengece’ anak-anak muda yang susah matiin TV kuno di booth tersebut, kami melanjutkan perjalanan ke alun-alun sebelah barat. Kami menemukan alat penggiling jagung. Terbuat dari batu yang berbentuk setengah lingkaran, cekung di tengahnya, dengan stik di atasnya yang arahnya tegak lurus dengan  batu tadi. Cara penggunaannya yaitu dengan cara diputar searah jarum jam. Jagung yang diletakkan di tengah cekungan tadi akan tergiling dan menjadi halus. Mas pay sama beberapa cowok lainnya sempet nyobain muter penggiling tersebut bareng-bareng. Karena tidak ada penjaga pada booth tersebut, jadi saya masih bertanya-tanya. Jagungnya yang sudah halus gimana cara ngambilnya?
 
pemutar vinyl dan gelas-gelas kopi

Oke lanjut ke tempat yang lebih rame. Kita menuju ke semacam bangunan dari bambu yang rame banget dipake buat foto-foto. Saya amati tulisan di atasnya “Rumah Kuno Djaman Doeloe”. Oke, karena rumah kuno itu pasti dibikinnya jaman dulu, jadi nama rumah tersebut sangat tidak efisien. Ngabis-ngabisin cat aja. Tapi ya sudahlah haha. Ternyata bagian dalam rumah tersebut merupakan settingan dari ruang tamu jaman dulu. Ada sepasang kursi dan meja kuno, lengkap dengan balai-balai (amben), lemari kuno, dan hiasan klasik lainnya. Oh iya, pada kedua sisi bangunan ini dilengkapi dengan pondok kecil dengan penerangan baik (yang akhirnya kami pake buat foto).

gambang
rumah kuno djaman doeloe

Yang menarik perhatian saya di booth ini adalah ketika sepasang kekasih (halah), ada mas dan mbak yang kostumnya sangat sesuai dengan event ini, melangkah masuk ke dalam booth setelah saya iseng-iseng motret di dalam. Mbak-nya memakai jarik (sewek) dan kebaya, sedangkan mas-nya memakai celana pesak, kaos oblong, terus baju kuno apalah itu namanya yang garis-garis, dilengkapi dengan sandal japit dan blangkon. “Wah, obyek bagus!” pikir saya, yang memang hobi motret couple-couple gitu. (biasanya kembaran saya dan pacarnya jadi korban hobi saya ini)

couple djaman doeloe (terima kasih, buat mas dan mbak yang mau saya fotoin :))
Saya melangkah masuk ke dalam Rumah Kuno itu lagi. Saya samperin mbaknya yang baru selesai difotoin masnya.

“Mbak, boleh minta fotonya? Mbak sama masnya, berdua,” tanya saya pake muka excited-excited gitu. Mbaknya menyambut dengan gembira. Mereka langsung melangkah ke balai-balai yang ada di sisi lain bangunan dan berpose untuk dipotret sama saya. Lah, chemistrynya dapet. Nggak pake canggung atau apa, langsung pose dan langsung saya jepret. Hasilnya kayak gini.

“Sekalian dapet pre-wed gratis,” kata mas pay yang ternyata dari tadi nungguin saya di pintu masuk. Saya memeriksa hasilnya. Bagus. Dapet dua jepret. Satunya rahasia, ya. (Padahal gak di-share gara-gara nggak fokus)

Lanjut, kami ke booth-booth lainnya. Ada juga booth yang di dalamnya hanya terdapat alu panjang dengan 5 pemukul. Saya jelaskan sama mas pay kalo alu ini digunakan secara bersama-sama oleh 5 orang wanita. Biasanya digunakan saat musim panen di desa, tapi karena 5 orang ini memukul alu dalam waktu yang sama akhirnya sudah menjadi tradisi. Bahkan lima orang ini dapat membuat irama yang bagus saat pukul alu (kotekan). Beberapa tahun yang lalu pun pernah diadakan lomba pukul alu di desa saya secara beregu (5 orang perempuan). Kami iseng, ambil masing-masing 2 pemukul. Lah, sisa satu.

“Dek, sini ikut,” ajak mas pay pada anak kecil yang kebetulan lewat situ. Dia malah melangkah mundur takut-takut ke arah ibu-ibu yang ada di depannya. Hueh, ada ibu-bapaknya ternyata. Ibunya senyum-senyum. Saya jadi malu sendiri sama Ibunya, complete stranger baru aja ngajak anaknya mukul pake benda tumpul gede yang jelas-jelas tinggal ‘hiatttt....’ bisa bikin anak itu......., nah. Paham gak?

Nyerah mainin alunya berdua, saya memutuskan foto aja. Setelah itu kami melangkah ke booth yang ada di sebelahnya. Awalnya saya tidak tertarik dengan booth ini, tapi setelah melihat sekilas dinding bagian dalam yang dipenuhi vinyl-vinyl yang tertata rapi, saya melangkah masuk sendiri. Di situ ada beberapa kerajinan seperti keramik, gerabah, wayang, dan yang bikin saya takjub, ada vinyl player. Itu pertama kali saya melihatnya secara langsung. Hehehe.

Nah selain booth-booth yang saya sebutin dari part 1, ada juga semacam pasar loak yang digelar di dekat joglo alun-alun. Yang dijual pada pasar tersebut juga barang-barang kuno, seperti kamera kuno, sepeda kuno, suku cadang sepeda kuno, cermin kuno, dan semuanya yang kuno-kuno. Pada joglo sebelah barat juga ada booth motor gede dan mobil-mobil kuno. Saya menolak foto di booth tersebut dengan dalil, ‘ah, sudah pernah foto sama mobil-mobil gitu di museum angkut (Batu Malang-red). Hehe.’

itu... vinylnya (y)
ketemu sama temen sanggar, namanya Mbak Maya. Cantik banget dikepang 2 :*
Esoknya, ternyata lebih banyak lagi warga lumajang yang datang ke acara tersebut. Iya, saya kepo di instagram pake hashtag #loemadjangtempoedoeloe, yang saya pantau dari jam 11 malam sebelumnya baru 5 foto yang diposting, termasuk foto saya. Haha. Acaranya sepertinya lebih ramai dan menarik waktu pagi karena ada Car Free Day yang diadakan setiap minggu dan semua booth sudah bersiap dengan masing-masing petugasnya. Kulinernya juga lengkap, jadi banyak booth yang menyediakan makanan untuk dijual pada pengunjung. Nggak seperti malam sebelumnya, dimana Cuma 1 booth saja yang menyediakan kopi. Dan belum sempat kami cobain. Hiks. Dan sayang sekali, ternyata minggu siang acara LDD ini sudah selesai. Booth-booth jadul yang disiapkan dari H-5 tersebut hanya menjalankan tugasnya kurang dari 24 jam. Untuk videonya, bisa dilihat di sini. Saya ambil dari channelnya santai dilumajang. Check this out!


Sepertinya hanya itu cerita dan kesan dari saya. Pesan saya, jangan dilewatin-lah kalau ada acara kayak gini lagi. Tentu kita nggak mau kecewa melewatkan acara yang jarang sekali diadakan di Lumajang seperti ini, kan? Pasti juga ada sebagian dari warga Lumajang yang menyayangkan, belum didatengin, eh udah selesai. Waktu pelaksanaannya terlalu pendek, tidak seperti acara MTD di Malang yang berlangsung semingguan. Untuk pihak pelaksana, acaranya keren. Ditunggu gebrakan lainnya pada Harjalu 761!


Thanks udah baca!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kasih masukan aja gak papa. Tambahin pendapat juga gak papa. Kalo ada pendapat lain sampein aja. Kritik aja juga gak papa. Terserah mau nulis apa deh, biar rame. Oke? *peluk cium dari header*