Kamis, 28 April 2016

Pura-Pura Pura-Pura Bahagia

Kali ini di tulisan ini saya pingin bahas lebih dalam tentang diri saya. Bukan bermaksud untuk menjelaskan apapun kepada siapapun. Sebenernya saya jadikan blog ini juga sebagai media untuk mengenal diri saya sendiri.  Kalau di antara happy readers ada yang menganggap ini mengada-ada atau pencitraan, ya silakan. Terserah. Bebas.

Entah kenapa saya ini boleh dibilang orang yang JUJUR. Iya, saya nggak pinter bohong. Kata orang, bohong untuk kebaikan itu dianjurkan. Tapi saya sepertinya kurang sependapat. Saya lebih baik diem daripada bohong. Saya lebih baik senyum-senyum daripada ngomong yang nggak sesuai dengan kenyataan. Saya lebih baik putus sama pacar daripada mendem perasaan ke orang lain. #eaaa

Saya baru sadar tentang ini saat mantan #ehm saya tanya, “kok bisa samean jujur banget ke orang tuanya samean? Gimana caranya?” #BOOM Iya. Gimana caranya? Saya sendiri juga gak tau. Saya melakukannya begitu saja. Kayak waktu bapak saya beli hape sama saya yang harganya 600ribuan, diminta bilang ke ibuk harganya 300ribuan. Pas ditanya ibuk harganya berapa, saya jawab, “tanya bapak aja.” Ya karena saya nggak mau bohong.

Atau waktu kita janjian sama temen, pasti ada salah satu temen yang pas ditanya udah dimana, bilangnya “OTW”. Padahal kadang masih di rumah, di kasur, dimanalah. Itu ngapain, sih? Sekalipun masih di rumah nggak bakal kita tinggal, kan udah janjian. Cuman bakal kena omelin dikit sama saya dan temen-temen lainnya ntar. Tinggal iya-in aja sih. Kan emang situ salah, telat. Selesai. Ngapain bohong?

Dan kebiasaan nggak bisa bohong ini, pun, kalau dibiarkan ternyata bisa aneh. A.K.A. Menyakitkan. Ya kalau kejujuran yang saya sampaikan adalah hal yang baik, kalau tidak? Malah bisa menyakiti hati orang lain. Ini salah satu keburukan saya. Suka asal nyeplos. Ya kadang jujur, kadang asal. Tapi beneran nggak bermaksud buat nyakitin siapa-siapa. Maafkan kalau ada yang tersinggung sama kata-kata saya, ya.

Dan lagi, saya termasuk orang yang nggak bisa nyembunyiin ekspresi. Kalau saya lagi seneng, heboh. Kalau saya lagi sedih, murung. Kalau suka, keliatan sukanya. Kalau nggak suka, keliatan banget nggak sukanya. Kalau lagi jatuh cinta? Keliatan gilanya. Dan kadang semua hal itu saya lakukan tanpa saya sadari.

“Gak, lah, Ep. Semuanya ya kamu lakuin secara sadar. Cuman kamu aja yang nggak bisa ngontrol.”

Mungkin quote tersebut benar. #quotedaridirisendiri

Saya aja yang nggak bisa ngontrol. Ini yang harusnya dibenerin. Untuk masalah nggak bisa bohong, oke gak papa asal nggak bikin orang sakit hati. Cuman kalau masalah pengekspresian diri dan emosi, rupanya masih perlu dikontrol.

Kemarin saya dikasih tahu OB di kantor saya (yang juga pembaca setia blog ini *wink), kalau udah beberapa minggu ini cara ngajar saya jadi beda. Saya banyak murungnya. Nggak seceria dulu sebelum punya pacar. Ah, damn. Saya nggak sadar kalau saya berubah gitu. Tapi bisa aja dia cuma ngelebih-lebihin, sih. Ya tapi emang iya, galau, resah, dan bimbang. Mungkin kurang piknik. Atau apa?


Ah, penyebab tidak penting. Yang penting adalah cara mengatasinya supaya siswa saya nggak bosen diajar guru baper. Mungkin ini saatnya buat pura-pura pura-pura bahagia. Melatih kemampuan buat bohong. (Bohong ke diri sendiri? Udah jago kalo itu sih) Bohong demi kebaikan. Berpura-pura untuk pura-pura bahagia. Aslinya? Ya bahagia. Jadi bohong? Nggak juga, sih. Let's go. Bahagia dimulai dari diri sendiri. Jangan harapkan kebahagiaan itu datang dari orang lain. Sabar, syukur, ikhlas. Bismillah.

Jumat, 22 April 2016

Generalisasi yang Spesial

Kita adalah makhluk spesial. Iya spesial karena di muka bumi nggak ada yang nyamain kita. Meskipun sama-sama manusia, pasti ada aja yang beda. Secara umum dulu deh, kira-kira kayak video ini:


Hehehe. Seru videonya #jareku

Nah, dari video itu (yang sebenernya purposenya adalah Bhinneka Tunggal Ika) kita bisa tau bahwa habit orang satu dengan orang lainnya berbeda-beda bahkan dari hal yang paling sepele. Hal lainnya yang bikin kita beda apa? Gen? Iya gen juga beda-beda. Tapi mungkin tidak pada fenomena kembar identik (dengan catatan salah satu tidak mengalami mutasi genetik). Sidik jari akan berbeda. Sifat dan kebiasaan kita pun ada saja yang berbeda. Tidak ada manusia di bumi ini yang diciptakan benar-benar sama. Pasti banyak dari kita yang sudah mengetahui hal ini.

Selasa, 19 April 2016

Akar Serabut (Farewell)

“Mas, di Lumajang ada tempat nongkrong lucu. Pengen ngajakin samean kesana. Kapan main ke Lumajang?”

Dulu, sempet bilang gitu ke (mantan) gebetan. Posisi saat itu, saya baru pulang dari penjait saya di daerah Sentul, Lumajang. Terus ke timur sampe di Jalan Semeru (barat perempatan Klojen), tolah-toleh liat ada tempat nongkrong yang (keliatannya) unik banget dari jalan. Sebagian temboknya ada yang cuma dilapisi wallpaper handmade dari koran. Kursi kayu bercat hitam yang keliatan vintage-vintage gimana gitu. Perabotan dan aksesoris dari bahan daur ulang. Meskipun tempatnya tidak terlalu luas (bisa dibilang terbatas), tapi dinaungi pohon gede yang bikin suasana jadi adem. Nama tempat itu “Akar Serabut.”
  

Minggu, 10 April 2016

Mbak e Ngilang

Mungkin semacam kayeye ya. Di-iya-iyain aja gitu. Koyok iyo iyo o. Kayak udah bener aja. Sok-sok-an ngebet kawin.

Mungkin postingan-postingan sebelumnya banyak bullsh*it-nya. Sok bijak. Sok bener. Sok minta dikawinin. Padahal selama ini yang jadi kendala sepertinya ada di saya sendiri. Kenapa malah nggak mau sama yang udah siap? Kenapa nggak mau sama yang ngajak serius? Kenapa 'klik'nya malah sama yang 'belum' siap tapi serius? Bukan. Itu bukan tanda supaya saya cari lagi yang 'klik', serius, dan 'siap'.

Itu bisa jadi merupakan tanda dari Allah kalau saya sendiri yang belum siap.

- Opo se? Aku lho ancen ngene-ngene iki.

- What? Emang mana ada calon yang mau sama kamu yang 'ngene-ngene iki' ep?

Rabu, 06 April 2016

Kapan Nyusul?

Hai, selamat pagi untuk belahan bumi yang lagi pagi. Sudah lama nggak nyapa. Iya, tepat satu bulan saya nggak bikin postingan sama sekali. Sebenernya ya nggak sibuk-sibuk banget. Sibuknya sama seperti biasa. Cuman, sumpah ini ide pada lari kemana. Muncul ide, mikir-mikir dulu mau nulis.

Ini penting nggak sih buat di-share?

Worth it nggak sih buat dibaca?

Nggak bikin yang baca abis-abisin waktu, kan?

Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang membuat saya mengurungkan niat untuk menulis. Hasilnya malah jadi nggak produktif. Padahal sudah komit buat nulis blog minimal sekali seminggu. Oke. Saya memutuskan nulis lagi aja. Semoga worth it buat yang baca. (Ini beneran lho, doanya. Dan semoga kita semua dilindungi Allah. Amin J)

Supaya produktif lagi, postingannya yang agak baper aja #eh