Kita adalah makhluk spesial. Iya spesial karena di muka bumi
nggak ada yang nyamain kita. Meskipun sama-sama manusia, pasti ada aja yang
beda. Secara umum dulu deh, kira-kira kayak video ini:
Hehehe. Seru videonya #jareku
Nah, dari video itu (yang sebenernya purposenya adalah
Bhinneka Tunggal Ika) kita bisa tau bahwa habit orang satu dengan orang lainnya
berbeda-beda bahkan dari hal yang paling sepele. Hal lainnya yang bikin kita
beda apa? Gen? Iya gen juga beda-beda. Tapi mungkin tidak pada fenomena kembar
identik (dengan catatan salah satu tidak mengalami mutasi genetik). Sidik jari
akan berbeda. Sifat dan kebiasaan kita pun ada saja yang berbeda. Tidak ada
manusia di bumi ini yang diciptakan benar-benar sama. Pasti banyak dari kita
yang sudah mengetahui hal ini.
kembar? mirip? mirip tapi beda |
Tapi bukankah setiap orang itu spesial?
Setiap siswa pernah dibesarkan di keluarga masing-masing
yang pastinya tidak akan sama persis satu sama lain (meskipun bersaudara pun,
bahkan saudara kembar-pun pasti tidak akan sama pengalamannya). Setiap siswa memiliki
masalah sendiri. Setiap siswa memiliki keunggulan dan kesulitan
sendiri-sendiri. Lalu bagaimana bisa kita memperlakukan mereka dengan ‘sama’?
Jika salah satu siswa pandai diberi nilai A oleh guru dan anak yang tidak
terlalu pandai juga diberi nilai A, si siswa pandai akan merasa hal tersebut
tidak adil baginya. Mengapa? Karena siswa tersebut tidak lebih pandai daripada dia,
dan nilai-nilai kesehariannya juga tidak lebih bagus daripada dia. Itu tidak
adil.
Jika hanya aspek ‘mudah mengerti’, ‘bisa mengerjakan soal
dengan baik’, dan ‘nilai sehari-hari bagus’ yang digunakan secara umum untuk
menentukan nilai akhir seorang siswa, tentu saja masalah tadi bisa disebut
tidak adil. Namun bukankah setiap orang itu spesial? Aspek lain seperti
kerajinan, kemauan untuk belajar, tingkah laku, attitude siswa juga bisa
mempengaruhi perlakuan dan penilaian guru, lho. Pada awalnya siswa tersebut
tidak terlalu paham, namun dia menunjukkan kemauannya untuk belajar, kemauannya
untuk bisa memahami. Dari usaha siswa tersebut, perkembangan siswa tersebutlah
akan guru beri penghargaan berupa nilai A. Itulah guru yang menghargai proses.
Dan hal tersebut tidak dapat disama-ratakan. Karena proses setiap orang pun
berbeda-beda.
Saya pun tidak mau munafik. Saya sendiri kadang
me(maksa)minta buat diperlakuin sama dengan kembaran saya di rumah. Terutama
urusan pekerjaan rumah tangga. Kadang saya ngerasa saya terus yang ‘dikasih job’
buat bersih-bersihin rumah, beli keperluan ini itu, dan lain-lain. Dan nggak
sekali aja saya meledak bilang ‘kok aku terus, sih?’ Padahal dengan bilang
kayak gitu, secara nggak langsung saya minta ‘kesetaraan’. Saya lupa kalo saya
spesial. Kali aja ibu saya kasih saya lebih banyak job karena keliatannya saya
yang lebih berbakat (buat jadi IRT).
Di kantor pun juga sama. Pasti secara nggak langsung kita
pernah mikir, “kok si ini dibaik-baikin banget sama si bos? Aku sama yang lain
nggak pernah digituin.” Nah, secara nggak langsung kita juga menyalahi fakta
awal tadi. Mungkin bosnya mikir kita nggak perlu dibaik-baikin macam itu karena
kerjaan kita udah bener. Terus bulan depan mau dinaikin grade-nya. Amin.
#ngarep #bukankisahnyatalho #fiktif
Kita lahir dan berproses pada lingkungan berbeda. Saling menghargai perbedaan pendapat dan pola pikir-lah yang menjadi kunci kebersamaan dan kenyamanan. |
Hal sebaliknya juga kejadian. Selain kita yang minta buat
diperlakuin sama, secara nggak langsung kita juga suka menggeneralisasikan
kelompok tertentu. Misalnya kayak gini, “Oh, anak situ. Yang sekolah di situ
emang pinter-pinter, sih.” Atau, “Foto syur gitu kok gak malu, sih. Emang
sekolah di SM* *, sih. Pantes....” (yang ini kejadian kemarin di kelas, pas
salah satu siswa lagi ‘rasan-rasan’)
*senyum bentar*
Gimana sih? Malah nyalahin kelompok. Malah nyalahin lembaga.
Dan saya paham banget bahwa generalisasi kayak gitu nggak dilakuin sama
anak-anak SMA saja, orang dewasa pun juga suka menggeneralisasikan kelompok
tertentu. Padahal? Semua orang kan beda-beda. Di sekolah favorit pun ada anak
yang nggak pinter. Ada anak yang males. Di sekolah pinggiran pun, ada anak yang
rajin. Ada anak jenius. Ada anak alim. Semuanya tergantung orang masing-masing.
Kayak gini juga, “Jangan nikah sama polisi, suka main cewek
katanya.”
Ya itumah polisi nakal! Yang nggak nakal juga ada. Intinya?
Tergantung orang masing-masing. Dosen juga bisa mainin cewek. Mahasiswa juga
ada. Pengusaha juga ada kok yang mainin cewek.
Sebut saja semua mantannya, Ep.
#sorrysorry #kelepasan #gomenasai *senyum kilat*
Menurut saya sih, yang penting sekarang adalah bagaimana kita
memperlakukan diri kita dan semua orang dengan adil. ADIL di sini mungkin
adalah memperlakukan secara khusus. Bukan salah satu aja yang diperlakuin
khusus, tapi semua orang harus diperlakuin secara khusus. Ya jadi gitu, generalisasiin kalo kita spesial *wink* karena tiap
orang beda-beda. Huahahaha. Belajarlah. Kita pun harus paham bahwa setiap orang lahir
dengan gen berbeda, tumbuh dengan karakter berbeda, dan berkembang dalam proses
yang berbeda pula. Mari kita coba untuk membuka mata membuka hati. Belajar terus
untuk memperbaiki diri, memperbaiki tindakan kita terhadap orang lain, dan
memperbaiki respon kita terhadap apa yang orang lain lakukan. Banyakin sabar
deh. Innallaha maassobirin. :*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kasih masukan aja gak papa. Tambahin pendapat juga gak papa. Kalo ada pendapat lain sampein aja. Kritik aja juga gak papa. Terserah mau nulis apa deh, biar rame. Oke? *peluk cium dari header*