Kali ini di tulisan ini saya pingin bahas lebih dalam tentang diri
saya. Bukan bermaksud untuk menjelaskan apapun kepada siapapun. Sebenernya saya
jadikan blog ini juga sebagai media untuk mengenal diri saya sendiri. Kalau di antara happy readers ada yang
menganggap ini mengada-ada atau pencitraan, ya silakan. Terserah. Bebas.
Entah kenapa saya ini boleh dibilang orang yang JUJUR. Iya, saya nggak
pinter bohong. Kata orang, bohong untuk kebaikan itu dianjurkan. Tapi saya
sepertinya kurang sependapat. Saya lebih baik diem daripada bohong. Saya lebih
baik senyum-senyum daripada ngomong yang nggak sesuai dengan kenyataan. Saya
lebih baik putus sama pacar daripada mendem perasaan ke orang lain. #eaaa
Saya baru sadar tentang ini saat mantan #ehm saya tanya, “kok bisa samean
jujur banget ke orang tuanya samean? Gimana caranya?” #BOOM Iya. Gimana
caranya? Saya sendiri juga gak tau. Saya melakukannya begitu saja. Kayak waktu
bapak saya beli hape sama saya yang harganya 600ribuan, diminta bilang ke ibuk
harganya 300ribuan. Pas ditanya ibuk harganya berapa, saya jawab, “tanya bapak
aja.” Ya karena saya nggak mau bohong.
Atau waktu kita janjian sama temen, pasti ada salah satu temen yang pas
ditanya udah dimana, bilangnya “OTW”. Padahal kadang masih di rumah, di kasur,
dimanalah. Itu ngapain, sih? Sekalipun masih di rumah nggak bakal kita tinggal,
kan udah janjian. Cuman bakal kena omelin dikit sama saya dan temen-temen
lainnya ntar. Tinggal iya-in aja sih. Kan emang situ salah, telat. Selesai.
Ngapain bohong?
Dan kebiasaan nggak bisa bohong ini, pun, kalau dibiarkan ternyata bisa
aneh. A.K.A. Menyakitkan. Ya kalau kejujuran yang saya sampaikan adalah hal
yang baik, kalau tidak? Malah bisa menyakiti hati orang lain. Ini salah satu
keburukan saya. Suka asal nyeplos. Ya kadang jujur, kadang asal. Tapi beneran
nggak bermaksud buat nyakitin siapa-siapa. Maafkan kalau ada yang tersinggung
sama kata-kata saya, ya.
Dan lagi, saya termasuk orang yang nggak bisa nyembunyiin ekspresi.
Kalau saya lagi seneng, heboh. Kalau saya lagi sedih, murung. Kalau suka,
keliatan sukanya. Kalau nggak suka, keliatan banget nggak sukanya. Kalau lagi
jatuh cinta? Keliatan gilanya. Dan kadang semua hal itu saya lakukan tanpa saya
sadari.
“Gak, lah, Ep. Semuanya ya kamu lakuin secara sadar. Cuman kamu aja
yang nggak bisa ngontrol.”
Mungkin quote tersebut benar. #quotedaridirisendiri
Saya aja yang nggak bisa ngontrol. Ini yang harusnya dibenerin. Untuk
masalah nggak bisa bohong, oke gak papa asal nggak bikin orang sakit hati.
Cuman kalau masalah pengekspresian diri dan emosi, rupanya masih perlu
dikontrol.
Kemarin saya dikasih tahu OB di kantor saya (yang juga pembaca setia
blog ini *wink), kalau udah beberapa minggu ini cara ngajar saya jadi beda.
Saya banyak murungnya. Nggak seceria dulu sebelum punya pacar. Ah, damn. Saya
nggak sadar kalau saya berubah gitu. Tapi bisa aja dia cuma ngelebih-lebihin,
sih. Ya tapi emang iya, galau, resah, dan bimbang. Mungkin kurang piknik. Atau
apa?
Ah, penyebab tidak penting. Yang penting adalah cara mengatasinya
supaya siswa saya nggak bosen diajar guru baper. Mungkin ini saatnya buat
pura-pura pura-pura bahagia. Melatih kemampuan buat bohong. (Bohong ke diri sendiri? Udah jago kalo itu sih) Bohong demi
kebaikan. Berpura-pura untuk pura-pura bahagia. Aslinya? Ya bahagia. Jadi
bohong? Nggak juga, sih. Let's go. Bahagia dimulai dari diri sendiri. Jangan
harapkan kebahagiaan itu datang dari orang lain. Sabar, syukur, ikhlas.
Bismillah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kasih masukan aja gak papa. Tambahin pendapat juga gak papa. Kalo ada pendapat lain sampein aja. Kritik aja juga gak papa. Terserah mau nulis apa deh, biar rame. Oke? *peluk cium dari header*