Meng’aduh’ karena kejatuhan daun? Apanya, sih?
Padahal cuma daun. Apanya yang di-aduh-in?
Jadi begini. Saya cerita dulu, ya. Beberapa waktu
lalu saya sedang di luar. Naik motor sendirian. Entah habis ada urusan apa,
saya lupa. Tapi yang saya ingat, karena saya lagi nggak buru-buru, saya sempatkan
muter-muter jalanan di Kota Lumajang tersayang (nggak pake kata cinta, takutnya
cinta-cintaan!). Hobi saya memang gitu, kalo ada waktu kosong. Saya suka
mengendarai motor saya dengan kecepatan 40-45 km/jam. Tidak terlalu lambat,
tidak terlalu cepat. Pagi itu saya memacu kendaraan sambil menikmati hawa
Lumajang yang dingin-dingin gimana gitu karena memang lagi pagi. Sambil
menonton aktivitas orang-orang yang sedang bersiap untuk aktivitas hari itu,
yang kebetulan saya lagi libur. Sambil menyapa matahari pagi dengan senyum. Sambil
menikmati kesendirian di motor juga. Iya-iya! Jomblo. Puas?
Setelah melewati jalan PB. Sudirman yang masih sepi, saya membelokkan motor ke arah alun-alun. Masih banyak sisa-sisa warga (sisa-sisa?) yang tadinya jogging mengitari alun-alun Lumajang. Alun-alun Lumajang dikelilingi oleh pohon-pohon di sisi luarnya, yang saya sampe sekarang masih belum tahu itu pohon apa. Tapi yang saya suka dari pohon tersebut adalah dalam kurun waktu tertentu pohon tersebut berbunga warna kuning dan bunga tersebut digugurkan seperti bunga sakura :p. Bukan flamboyan tapi, ya. Hehehe.
Pagi itu, dari
jauh, dari jembatan kali asem saya sudah tidak tahan untuk tersenyum melihat
daun-daun yang berguguran diterpa angin di jalan Alun-alun. Sambil mikir, “wah,
sebentar lagi saya akan melalui daun-daun gugur itu. Asik, nih!” Lalu saya
menaikkan kecepatan motor menuju alun-alun. Pengen gitu, kan. Galau-galauan,
drama-dramaan, sok-sokan kayak di film india. Di kepala saya saat itupun sudah
sukses memutarkan opening lagunya Payung Teduh yang Menuju Senja. Entahlah,
padahal pagi-pagi! Sampai saat itu saya terlalu dalam memutar gas di motor
saya. Terlalu cepat. Dan satu daun kecil saya lihat akan jatuh ke arah saya.
Dan....
PLOKKKK!!
Duh!
Satu daun tersebut jatuh tepat di hidung saya. Dan
rasanya sakit. Padahal cuma daun. Dan saya saat itu jadi benci sama daun.
Gimana, sih. Sakit kena idung!
Kemudian saya berpikir, bagaimana seandainya bunga
yang jatuh. Bukan, bukan mahkota bunganya saja. Tapi setangkai bunga jatuh dan
tepat mengenai hidung saya. Akan seperti apa lagi sakitnya? Setangkai bunga,
pastilah indah dipandang, dipegang, dicium bau harumnya. Tapi bagaimana jika
bunga yang setangkai itu dilemparkan ke arah hidung saya dengan kecepatan
tinggi dan gaya tertentu, tetap saja sakit. Mau seindah apapun bunga itu.
Meskipun yang dilempar bunga Rafflessia
Arnoldi! (Ya iyalaahhhhh sakit..)
Yang terjadi di masyarakat saat ini juga seperti
itu. Beberapa tahun yang lalu misalnya (maaf ambil peristiwa yang nggak
update). Ada banyak bermunculan meme-meme tentang jilboobs. Ituloh, yang cewek-cewek
pake jilbab tapi masih ngecap tits-nya. Iya, itu. Udah nggak usah dibayangin!
Setelah muncul banyak meme kayak gitu, mulai muncul
kecaman-kecaman dari masyarakat yang prihatin dengan hal tersebut. Ya benar,
memang kita harus prihatin. Dan kita sebagai sesama muslim harus saling
mengingatkan dalam kebaikan (cieeee). Banyak opini dan pendapat yang mulai
bermunculan di sosmed. Tapi tidak sedikit dari para pengguna sosmed yang salah
menyampaikan opininya. Mungkin mereka prihatin, ya. Jijik sedikit juga. Mereka
bilang gini:
“Duh, pake jilbab seperti itu. Mendingan nggak usah
pake jilbab sekalian!”
“Jilbaban kok kayak nggak pake baju gitu!”
“Itu haram! Jilboobs haram!!!!” <<lah ikhwan yang
bilang gini berarti juga udah liat. Dosa juga lho, ini. :p
Dan lain-lainnya lagi.
Akhirnya banyak wanita-wanita yang tersakiti oleh perkataan
yang seenaknya macam itu. Kita udah susah-susah berjilbab, masih salah aja. Itu
termasuk proses. Kita masih berproses. Kalo nggak sengaja berjilboobs, ya
maklumin aja. Mungkin mbaknya jomblo. Bisa diingetin baik-baik, bukan dengan
cara penyampaian yang salah. Malah disuruh nggak pake jilbab gitu, ntar dilepas
beneran malah dibilang kafir-lah, murtad-lah, nggak bener-lah, bejat-lah. Kan
serba salah, kita. Akhirnya banyak mbak-mbak yang memutuskan ‘tidak berjilbab
dulu’. Yaa..meskipun alasan mereka juga bukan ini aja, sih.
Fenomenanya kayak daun tadi, kecil dan lucu
warnanya ijo-ijo kuning gitu (haisshhhh maksa), dan terlihat indah dari
kejauhan. Tapi karena sayanya kecepetan, akhirnya daun tersebut jatuh mengenai
hidung saya dengan momentum yang besar juga. Sampainya nggak ‘tepat’. Jadinya
sakit. Jadinya benci sama daun. Padahal maksudnya daun kan baik. Jatuh.
Opose, Ep?
Yaaaaa.... Marilah kita bersama-sama melatih diri
kita untuk memiliki kebiasaan menyampaikan sesuatu dengan baik. Dengan
kata-kata yang baik. Dengan tindakan yang baik. Supaya tidak ada yang tersakiti
lagi dengan apa yang kita sampaikan. Misalnya anter-anter jajan selametan
maulud nabi, nih. Nggak asal masuk rumah orang terus disodorin ke hidungnya. Ketuk
pintu dulu, ucapin salam, dibukain pintu, menyampaikan maksud dan tujuan, “ini
Pakdhe, ada titipan dari Ibuk. Jajan maulud-an.” sambil senyam-senyum, berharap
dikasih sangu #plakkk. Nanti pakdhenya sebagai penerima juga akan menerima
dengan senang hati. Alhamdulillah. Untung-untung dapet sangu. Dapet sangu doa biar
cepet dapet jodoh misalnya. :p Pulangnya juga pamitan. Semacam itulah. Kalo ngasih daun atau bunga ke orang, kasihnya baik2. Saya
juga masih belajar dan berproses, jadi harap maklum juga, ya! :D
hahaha mangkane mbak nek dolen iku ojok dewe
BalasHapusEnak wong piro ya?
HapusHmmm yang penting penyampaiannya ya. :)
BalasHapusHehehe.. itu dari prespektif saya. Kalau dilihat dari prespektif daunnya, mgkin bisa beda lagi :D
Hapusdaun kan sama aja apanya yang beda
BalasHapustulisanya bagus
BalasHapus