Rabu, 06 Januari 2016

Duh, Kejatuhan Daun!

Meng’aduh’ karena kejatuhan daun? Apanya, sih? Padahal cuma daun. Apanya yang di-aduh-in?

Jadi begini. Saya cerita dulu, ya. Beberapa waktu lalu saya sedang di luar. Naik motor sendirian. Entah habis ada urusan apa, saya lupa. Tapi yang saya ingat, karena saya lagi nggak buru-buru, saya sempatkan muter-muter jalanan di Kota Lumajang tersayang (nggak pake kata cinta, takutnya cinta-cintaan!). Hobi saya memang gitu, kalo ada waktu kosong. Saya suka mengendarai motor saya dengan kecepatan 40-45 km/jam. Tidak terlalu lambat, tidak terlalu cepat. Pagi itu saya memacu kendaraan sambil menikmati hawa Lumajang yang dingin-dingin gimana gitu karena memang lagi pagi. Sambil menonton aktivitas orang-orang yang sedang bersiap untuk aktivitas hari itu, yang kebetulan saya lagi libur. Sambil menyapa matahari pagi dengan senyum. Sambil menikmati kesendirian di motor juga. Iya-iya! Jomblo. Puas?


Setelah melewati jalan PB. Sudirman yang masih sepi, saya membelokkan motor ke arah alun-alun. Masih banyak sisa-sisa warga (sisa-sisa?) yang tadinya jogging mengitari alun-alun Lumajang. Alun-alun Lumajang dikelilingi oleh pohon-pohon di sisi luarnya, yang saya sampe sekarang masih belum tahu itu pohon apa. Tapi yang saya suka dari pohon tersebut adalah dalam kurun waktu tertentu pohon tersebut berbunga warna kuning dan bunga tersebut digugurkan seperti bunga sakura :p. Bukan flamboyan tapi, ya. Hehehe.

 Pagi itu, dari jauh, dari jembatan kali asem saya sudah tidak tahan untuk tersenyum melihat daun-daun yang berguguran diterpa angin di jalan Alun-alun. Sambil mikir, “wah, sebentar lagi saya akan melalui daun-daun gugur itu. Asik, nih!” Lalu saya menaikkan kecepatan motor menuju alun-alun. Pengen gitu, kan. Galau-galauan, drama-dramaan, sok-sokan kayak di film india. Di kepala saya saat itupun sudah sukses memutarkan opening lagunya Payung Teduh yang Menuju Senja. Entahlah, padahal pagi-pagi! Sampai saat itu saya terlalu dalam memutar gas di motor saya. Terlalu cepat. Dan satu daun kecil saya lihat akan jatuh ke arah saya. Dan....

PLOKKKK!!

Duh!

Satu daun tersebut jatuh tepat di hidung saya. Dan rasanya sakit. Padahal cuma daun. Dan saya saat itu jadi benci sama daun. Gimana, sih. Sakit kena idung!

Kemudian saya berpikir, bagaimana seandainya bunga yang jatuh. Bukan, bukan mahkota bunganya saja. Tapi setangkai bunga jatuh dan tepat mengenai hidung saya. Akan seperti apa lagi sakitnya? Setangkai bunga, pastilah indah dipandang, dipegang, dicium bau harumnya. Tapi bagaimana jika bunga yang setangkai itu dilemparkan ke arah hidung saya dengan kecepatan tinggi dan gaya tertentu, tetap saja sakit. Mau seindah apapun bunga itu. Meskipun yang dilempar bunga Rafflessia Arnoldi! (Ya iyalaahhhhh sakit..)

Yang terjadi di masyarakat saat ini juga seperti itu. Beberapa tahun yang lalu misalnya (maaf ambil peristiwa yang nggak update). Ada banyak bermunculan meme-meme tentang jilboobs. Ituloh, yang cewek-cewek pake jilbab tapi masih ngecap tits-nya. Iya, itu. Udah nggak usah dibayangin!

Setelah muncul banyak meme kayak gitu, mulai muncul kecaman-kecaman dari masyarakat yang prihatin dengan hal tersebut. Ya benar, memang kita harus prihatin. Dan kita sebagai sesama muslim harus saling mengingatkan dalam kebaikan (cieeee). Banyak opini dan pendapat yang mulai bermunculan di sosmed. Tapi tidak sedikit dari para pengguna sosmed yang salah menyampaikan opininya. Mungkin mereka prihatin, ya. Jijik sedikit juga. Mereka bilang gini:

“Duh, pake jilbab seperti itu. Mendingan nggak usah pake jilbab sekalian!”
“Jilbaban kok kayak nggak pake baju gitu!”
“Itu haram! Jilboobs haram!!!!” <<lah ikhwan yang bilang gini berarti juga udah liat. Dosa juga lho, ini. :p
Dan lain-lainnya lagi.

Akhirnya banyak wanita-wanita yang tersakiti oleh perkataan yang seenaknya macam itu. Kita udah susah-susah berjilbab, masih salah aja. Itu termasuk proses. Kita masih berproses. Kalo nggak sengaja berjilboobs, ya maklumin aja. Mungkin mbaknya jomblo. Bisa diingetin baik-baik, bukan dengan cara penyampaian yang salah. Malah disuruh nggak pake jilbab gitu, ntar dilepas beneran malah dibilang kafir-lah, murtad-lah, nggak bener-lah, bejat-lah. Kan serba salah, kita. Akhirnya banyak mbak-mbak yang memutuskan ‘tidak berjilbab dulu’. Yaa..meskipun alasan mereka juga bukan ini aja, sih.

Fenomenanya kayak daun tadi, kecil dan lucu warnanya ijo-ijo kuning gitu (haisshhhh maksa), dan terlihat indah dari kejauhan. Tapi karena sayanya kecepetan, akhirnya daun tersebut jatuh mengenai hidung saya dengan momentum yang besar juga. Sampainya nggak ‘tepat’. Jadinya sakit. Jadinya benci sama daun. Padahal maksudnya daun kan baik. Jatuh.

Opose, Ep?


Yaaaaa.... Marilah kita bersama-sama melatih diri kita untuk memiliki kebiasaan menyampaikan sesuatu dengan baik. Dengan kata-kata yang baik. Dengan tindakan yang baik. Supaya tidak ada yang tersakiti lagi dengan apa yang kita sampaikan. Misalnya anter-anter jajan selametan maulud nabi, nih. Nggak asal masuk rumah orang terus disodorin ke hidungnya. Ketuk pintu dulu, ucapin salam, dibukain pintu, menyampaikan maksud dan tujuan, “ini Pakdhe, ada titipan dari Ibuk. Jajan maulud-an.” sambil senyam-senyum, berharap dikasih sangu #plakkk. Nanti pakdhenya sebagai penerima juga akan menerima dengan senang hati. Alhamdulillah. Untung-untung dapet sangu. Dapet sangu doa biar cepet dapet jodoh misalnya. :p Pulangnya juga pamitan. Semacam itulah. Kalo ngasih daun atau bunga ke orang, kasihnya baik2. Saya juga masih belajar dan berproses, jadi harap maklum juga, ya! :D

6 komentar:

Kasih masukan aja gak papa. Tambahin pendapat juga gak papa. Kalo ada pendapat lain sampein aja. Kritik aja juga gak papa. Terserah mau nulis apa deh, biar rame. Oke? *peluk cium dari header*