Festival of Light adalah sebuah acara yang
diselenggarakan di Gardu Pandang, Kaliurang pada tanggal 12 Desember 2015
sampai dengan 31 Januari 2016. Kegiatan ini di antaranya berisi Festival
Lampion bertajuk Jurrasic Lantern, Festival Kuliner, Magic Contest, Live Music,
Pesta Kembang Api, Pawai Budaya, Festival Penjor, dan lampiron dari rumah-rumah
warga kaliurang yang dapat dinikmati dari pukul 16.00 sampai dengan 23.00 di
Gardu Pandang. Hanya dengan retribusi Rp15.000,00 (weekday) dan Rp20.000,00
(weekend), momen spesial menonton keindahan lampion dan rangkaian acara lainnya
dapat dinikmati bersama orang-orang terdekat. (sumber: @ayodolan)
Nah, udah dapet gambaran dari acara ini? Baiklah.
Karena minggu lalu (9/1) saya sudah berhasil sampe sana sendiri, saya ingin
berbagi sedikit cerita saat saya jalan-jalan di Festival of Light tersebut.
Boleh?
Saya karena sebenernya cuman sempet browsing
mengenai foto-foto event-nya saja di instagram, jadi saya iya-iya-in aja kakak
saya yang bilang mau jemput habis magrib. Saya mulai siap-siap di kos sepupu
saya sekitar jam 7 malem (di Jogja magribnya hampir setengah 7 loh). Dan kakak
saya dateng jam 7 lebih gitu. Kami meluncur menuju togamas terlebih dahulu,
karena kemarinnya lupa mau ke sana. Saya udah beberapa bulan nyariin bukunya
Mas Pidi Baiq yang judulnya Dilan (dia adalah Dilanku Tahun 1990). Kabarnya
bagus, dan di Lumajang-Malang sudah saya telusuri untuk mendapatkan buku ini
tapi selalu kehabisan. Dan apakah saya mendapatkannya di togamas Jogja? Tentu
sajaaaaa >_< Yup, gak sia-sia jauh-jauh ke kota pendidikan ini. Saya
dapet buku, ya Allah *terharu*
Sekitar jam 8 malem kita berangkat dari togamas
menuju Jalan Kaliurang. Sebelumnya muter dulu ke RSUP Dr. Sarjito, tempat kakak
saya kerja. Nggak ada yang sakit, sih. Cari ATM. Iya kali cari ATM musti ke
rumah sakit. Setelah itu kita lepas ke Jakal.
“Dek, aku rodok lali dalan e se asline. Tapi ancen
liwat kene, kok, (Dek, aku agak lupa jalannya sebenernya. Tapi emang lewat
sini, kok)” celetuk kakak saya setelah beberapa menit perjalanan.
Sembaraaaang. Terseraaaah. Situ lupa atau enggak
juga akunya nggak bakal tau apa-apa.
“Di instagram ada kali, peta-ne Mas,” teriak saya
dari belakangnya (posisi lagi dibonceng naik motor).
“Tapi aku tau mrunu. Awan-awan tapi. Iki sek adoh
lho, (Tapi aku pernah ke sana. Siang. Ini masih jauh, lho)” kata dia lagi.
“Ah gapopoooo. Sing penting sampekkkk, (Ah
gapapaaaa. Yang penting nyampekkkk)” sambil ketawa-tawa saya ikutan meyakinkan
diri, sambil liatin jam juga. Udah mau setengah sembilan.
Saya rasa-rasain dari tadi jalannya lurus-lurus dan
gede-gede aja. Saya mulai ngerasa dingin di lengan kanan kiri dan punggung
saya. Eh, ini jalan kenapa kayak jalan antar propinsi, sih. Hmmm.
“Mas, emang jauh?” tanya saya dari jok belakang.
(naik motor emang ada berapa jok?)
“Lho, sek adoh, Dek, (Lho, masih jauh, Dek)” masih fokus
nyetir.
“Emang kayak dari mana - ke mana, sih? Kayak Malang
ke Batu gitu?” saya asal nyeletuk.
“Nah, iyo. Kan Kaliurang daerah pegunungan,” jawab
dia enteng.
“Heeeeeh! Aku gak bawa jaket, lhoooo!”
Duh, duh. Kalo diliat daritadi kami memang melewati
jalan Kaliurang. Tapi nggak abis-abis. Jalan Kaliurang ternyata panjangnya berpuluh-kilometer
dan ujungnya di Gardu Pandang tersebut. Mana udah malem banget (jam malem
biasanya jam 21.00 di rumah) dan udah kerasa dingin pula. Ternyata kakak saya
nggak ngingetin buat pake jaket, dikiranya daritadi saya pake jaket. Iya, ya?
Segitu nggak bisanya ya cowok bedain mana jaket mana kemeja? Ampun.
<<salah lu sendiri kali, Ep.
Setelah melewati perjalanan dengan mempercayakan
arah kepada insting kakak saya, akhirnya sampailah kita ke Gardu Pandang
sebelum pukul 21.00. Yaaa jam 9 mepet-mepet lah. Dari loket kita masuk melalui
gerbang utama. Baru masuk di gerbang tersebut kita mendapati lampion letter
besar yang dibaca FESTIVAL OF LIGHT berwarna putih. Dan mungkin karena warnanya
putih, jadi banyak serangga kecil yang suka nempel di situ.
Lanjut kita masuk ke acara lewat jalan di sebelah
kiri tulisan gede tersebut. Berbagai macam lampion dan lampu-lampu taman
disuguhkan untuk memeriahkan acara. Dari jauh terdengar suara musik di stage
utama, yang sedang melangsungkan Magic Contest. Meskipun sudah larut malam,
namun pengunjung juga masih ramai. Mungkin karena weekend, jadi banyak keluarga
yang menghabiskan waktu bersama di sana. Juga mahasiswa. Juga orang-orang yang
lagi mojok pacaran gelap-gelap ditemenin lampion-lampion gitu. Fokus.
Jalan masuk di sebelah tulisan gede tadi. So swit yahhh *.* |
nah, kayak gitu lampunya teman-teman. heem. *muka innocent* *gak mau poto di lope2* |
suka sama spot ini. lampu pijar digantung di pohonnya. |
“Luwe, Dek. Ayo, (Laper, Dek. Ayo)” kakak saya
bergegas berjalan menuju tempat festival kuliner. Jadi di sebuah lahan di
tengah acara itu yang dikelilingi stan-stan yang menjual berbagai macam makanan
dan minuman. Di tengah-tengahnya terdapat bekas api unggun kecil yang masih
menyala bara apinya sedikit. Mungkin untuk menjaga para pengunjung tetap
hangat. Saya mengikuti kakak saya menuju tempat itu sambil sibuk motret
sana-sini. Dia sepertinya sudah lapar. Belum makan dari siang (tadinya kerja).
Untunglah saya sudah sempat makan ayam bakar deket kosan bareng sepupu tadinya.
Kita berdua berhenti di stan pop mie. Oke, udah
ngidam pop mie dari di kereta kemarin. Mata langsung nyala. Pesen pop mie 2.
Kopi susu 1. Air mineral 1. Kita berdua duduk ngobrol bersebelahan sambil makan
pop mie kayak orang kesetanan. Sampe2 gelasnya juga tinggal setengah dan garpu
pop mie yang malang juga jadi korban keganasan kami. Semua orang di sana
menatap takjub. Jijik mungkin. Mereka tidak tahu siapa kami. Sebenarnya kami
adalah Titan pemakan pop mie. Ssst ini rahasia.
kopinya belum abis |
jangan ngira foto aslinya gini, ya. ini udah mengalami berpuluh-puluh proses editing biar muka saya keliatan :p |
Kita melanjutkan perjalanan ke arah lampion-lampion
di dekat stage. Benar-benar tidak tertarik dengan pertunjukannya, sih. Kita melangkah
ke arah lampion-lampion gede di belakang panggung. Ada bentuk kadal (eh, kadal
ya?), kingkong, sama pohon-pohonan raksasa yang unyu banget. Sambil
menghabiskan kopi, kakak saya terus-terusan minta difotoin. Maklum, dalam
beberapa waktu ke depan dia mau hengkang ke luar kota dan tidak menetap di kota
ini lagi. Jadi ingin mengabadikan beberapa memori. Ya tapi, agak lebai. Hahaha.
Sabar yo, Mas Rez. Engko jodoh e nemu
ndek kutho liyane. Hahahaha <<habis patah hati dia <<kamu juga,
Ep. Inget. #plakk
so sweet gak sih payung-payung iniiii #captionalay |
lampion-lampion pohon raksasa |
Setelah puas foto-foto (baca: batre kamera abis), pukul
22.40 kami memutuskan kembali ke kota. Iya, hehe. Malem banget dan dingin
banget. Pukul 23.25 saya baru sampe di depan kos dan meminta sepupu saya bukain
gerbang. Udah numpang, pulang kemaleman. Maafkan mbakmu ini, dek :* Kapan lagi
main di Jogja, ya kan. Itu juga saya baru bisa tidur jam 1 malem, nerusin drama
thailand yang tadi siang kepotong, hahaha. Alhasil besoknya masuk angin di
kereta. Muntah-muntah di Stasiun Surabaya Gubeng sama Probolinggo. Kata Bapak saya,
mungkin muntahnya di situ karena dua kota itu yang ada kenangan masa lalunya,
jadi muntah. Saya ngakak banget. Nggak segitu banget kali, ya *sigh* Dan acara masuk
angin ini berlanjut hingga 2 hari setelahnya.
Segitu dulu pengalaman yang pengen saya bagi. Maaf
kalau ngelantur. Untuk yang belum sempat ke sana, tempatnya recommended kok.
Buruan sebelum acara selesai tanggal 31 Januari 2016! Dan bawa hp yang mumpuni,
ya. Maksudnya yang kameranya terang buat foto-foto. Atau bawa kamera SLR
sekalian. Kalo prosummer pinjeman yang saya bawa itu, ya lumayan hasilnya
setelah mengalami proses editing hehehe. Melancong kemana lagi, ya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kasih masukan aja gak papa. Tambahin pendapat juga gak papa. Kalo ada pendapat lain sampein aja. Kritik aja juga gak papa. Terserah mau nulis apa deh, biar rame. Oke? *peluk cium dari header*