Selasa, 03 November 2015

Maaf Lagi Galau

Hai happy readers. Lagi happy?

Jujur. Akhir-akhir ini saya lebih banyak galaunya daripada happynya. Hehehe.

Sebenernya nggak baik memang. Untuk apa galau? Galau lagi, galau lagi. Padahal banyak hal-hal kecil di sekitar kita yang patut buat disyukuri. Nggak perlu cari hal besar. Bisa bernafas saja sudah merupakan kebahagiaan. Bisa makan. Bisa minum. Bisa boker. #ups

Galau apa sih, Ep?

Galau mikirin masa depan. Sebenernya terlalu banyak berfantasi tentang masa depan, jadi lupa buat bersabar, mungkin. Kyai saya tadi siang menyampaikan ini saat rapat. Berfantasi yang baik itu berguna. Apalagi berfantasi tentang yang baik-baik di masa depan. Jadi sebenarnya apa yang saya galaukan itu nggak papa, kan?


Kalian tahu, kan? Allah memberikan sesuatu sesuai dengan prasangka hamba-Nya.

Galau mikirin masa lalu. Itu juga nggak papa. Galau mikirin dosa, kata temen saya nggak papa. Itu yang perlu dipikirkan. Bagaimana kita memperbaiki kesalahan-kesalahan yang pernah kita buat di masa lalu. Malah kata temen saya seharusnya kita nggak galau dengan apa yang belum terjadi. Tapi mungkin saya lebih setuju dengan apa yang disampaikan kyai saya di atas itu tadi sih.

Galaunya cukup itu saja. Tidak perlu menggalaukan sesuatu yang tidak penting, seperti menggalaui mantan. Ya. Saya nggak pernah menggalaui mantan. Tidak perlu saya jelaskan ini benar atau tidak, ya. Hehehe.

Sungguh sebenarnya untuk apa kita galaukan masa lalu. Karena yang seharusnya kita galaukan itu masa depan. Kenapa? Hey, tahukah kalian apa itu hal yang paling jauh dari kita? Yang bagaimanapun kita mencoba mendekatinya tidak akan bisa sampai? Masa lalu. Masa lalu itu sudah berlalu. Kejadian, timing, vibes, tindakan, perkataan yang ada di masa lalu tidak mungkin kita ulang kembali. Kita tidak bisa kembali lagi. Ever. Yang perlu kita lakukan Cuma berusaha jadi lebih baik lagi dari masa lalu yang buruk. Dan mempertahankan apa yang baik yang kita dapat dari masa lalu. Mengingat apa yang baik. Favour and good advices.

Jika muncul pertanyaan sebaliknya: tahukah kalian apa hal yang paling dekat dengan kita? Ya tentu saja kematian. Hehehe. Kalau saya jawab begitu pembahasannya berhenti sampai sini. ^^

Sebentar. Jika saya boleh mengemukakan pendapat saya, hal yang paling dekat dengan kita adalah  masa depan. So, apa kita tidak boleh galau tentang itu? Saya bukan ingin menulis argumen yang mengatakan bahwa kita harus galau tentang masa depan. Tapi hey, siapa yang tidak galau? Masa depan itu tidak pasti. Sama sekali tidak pasti. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan saya. Kalian juga tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan kalian. Semua orang tidak tahu. Siapa yang tahu? Allah. Tuhan. Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Segala-galanya.

Jadi kudu gimana, Ep?

Mau gimana? Kalau saya bilang jangan galau ya nanti jadinya munak. Wong saya sendiri juga galau seperti ini. Galau yang baik, tentunya. Kalian pasti punya cita-cita, kan? Galau bagaimana mewujudkan cita-cita itu? Boleh. Galau itu harus ada tujuannya. Kita sebagai manusia, punya Allah yang senantiasa mendengarkan kita. Kita dekatkan diri pada Allah. Mohon petunjuk, mohon bantuan. Udah? Enggak. Salah. Kita berdoa. Kita berjuang. We fight for what we wanted. We thank for what we granted. Berjuang dulu di jalan yang benar, kalau tidak mendapat seperti yang kita inginkan, tetaplah bersyukur. Sepertinya itu yang saya galaukan. Kita kadang memang lupa bersyukur, gara-gara yang kita inginkan gak dikasih sama Allah. Padahal Allah udah kasih semuanya. Cuma satu yang “belum” Dikasih, udah galau. Ituloh, manusia. Nggak munak juga. Saya kadang juga gitu. Tapi terus sadar lagi. Terus galau lagi. Sadar lagi. Gitu terus sampai dapet undangan. ^^

Untuk kalian-kalian yang kepo tentang apa yang saya galaukan, tenang saja ini nggak terlalu penting kok.

Untuk kalian-kalian yang udah tau tentang apa yang saya galaukan (iya emang udah rahasia umum), ya memang itu galaunya. Kembaran saya pernah bilang, hidup kami alhamdulillah bahagia. Allah memberikan semua jalan (alhamdulillah) dengan mudah. Kami ingin bersekolah, Allah berikan. Kami ingin masuk ke sekolah-sekolah paling favorit di kota, Allah berikan. Kuliah di perguruan tinggi yang kami inginkan, Allah berikan. Lulus tepat waktu dengan IPK memuaskan, Allah berikan. Cita-cita mengajar sejak kecil juga Allah kabulkan. Tak lepas dari doa kedua orang tua yang sangat mencintai kami berdua, kami bersyukur kami memiliki mereka hingga saat ini. Jadi inilah kehidupan kami. Inilah kehidupan saya. Apa yang bisa membuat galau? Belum keterima PNS ya? Iya. Itu bisa kami perbaiki. Kami bisa belajar lebih giat lagi. Kami insya Allah bisa membahagiakan orang tua kami. Ini adalah optimisme yang terus diajarkan orang tua kami sejak kecil. Kami pasti bahagia. Kami pasti sukses dan bisa membahagiakan mereka. Jadi kalau ditanya apa yang bisa bikin galau saya sekarang? Ya cuma itu. Cuma itu, kak. Selebihnya saya sangat bersyukur. Saya akan berubah menjadi lebih baik lagi. Dan itu harus. Allah-lah yang tahu niat saya. Dan Allah-lah yang tahu seberapa banyak perkembangan saya. Allah pasti mendengar saya.

Maaf kalau saya galau. Kita lihat saja tahun depan. Insya Allah saya bisa lebih ikhlas.


Hahahahaha ngakak dulu deh. Kayaknya daritadi ngomongnya muter-muter nggak ada intinya. Sama kayak bumi loh. Terus berputar. Yang saya lakukan dari tadi ngetik aja apa yang kepikiran (intinya mau curhat tapi nggak tau mau curhat ke siapa). Sama juga di atas bumi, yang perlu kita lakukan ya jalanin aja yang ada ini. Tentunya sambil menjaga apa yang sudah Allah percayakan pada kita, menjadi khalifah di Bumi. Semoga kita selalu tetap berada di jalan Allah, ya. Berada di jalan yang baik. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kasih masukan aja gak papa. Tambahin pendapat juga gak papa. Kalo ada pendapat lain sampein aja. Kritik aja juga gak papa. Terserah mau nulis apa deh, biar rame. Oke? *peluk cium dari header*