Senin, 23 November 2015

Mawar yang Mekar di Tegarnya Karang

Hey, happy readers!

Selamat pagi. Mungkin kalian membaca postingan ini bisa siang, sore, malam, tapi sekarang masih pagi saat saya menulisnya. 

Mau bahas apa, Ep?

Gini.. Beberapa minggu yang lalu saya dapet pinjeman novel. Novelnya siapa lagi kalo bukan novelnya Tere Liye. Iya, setaun terakhir memang saya suka baca novel-novel karyanya. Padahal dulu sama sekali tidak tertarik gara-gara novelnya yang "Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin", yang dibaca sama kembaran saya. Katanya ceritanya khayal. Jadi nggak tertarik sama novel dia yg lainnya (maaf, bang Tere :*). Novel yang saya pinjem dari teman kerja saya itu berjudul "Sunset Bersama Rosie". Sudah lama ingin membacanya karena menemukan beberapa quote ajaib di fanpage facebooknya. Tapi apa yang saya rasakan saat sampai di halaman terakhir? Rasanya pengen banting novel itu! Dan tidak jadi saya banting, karena sadar cuma pinjeman.


Jadi akan saya ceritakan sedikit pengalaman saya membacanya. Membaca juga pengalaman, lho.


Tegar, sahabat baik dari Rosie dan Nathan.  Tegar, yang memperkenalkan mereka berdua sampai menikah 13 tahun yang lalu dan memiliki 4 kuntum bunga yang indah, anak-anak mereka (yang dinamai dengan nama bunga). Tegar, yang menyaksikan sendiri kejadian bom bali II menghancurkan kebahagiaan keluarga Rosie dan Nathan via tele confference sehari sebelum pertunangannya dengan Sekar.

Tegar mencintai Rosie, tapi itu dulu. 13 tahun yang lalu, sebelum dia pergi sejauh-jauhnya saat tahu Rosie menerima cinta Nathan. Dia sempurna menghilang selama 5 tahun. Dia sudah memiliki Sekar sekarang. Namun kejadian bom bali itu merenggut semuanya. Tegar memutuskan membatalkan pertunangan. Sekar bersabar. Rosie depresi. Meninggalkan anak-anak di Gili Trawangan (rumah resornya dengan Nathan), rumah masa kecilnya, bersama Tegar. Tegar mengurus keempat anak Rosie sementara Rosie tinggal di shelter atau penampungan di Bali selama dua tahun. Pertunangan dan pernikahan Tegar batal.

Nah Sekar?

Tentu saja Sekar terluka. Entah kenapa saya tertarik sekali dengan sosok Sekar. Baik, cantik, kadang cengeng, riang, pendengar yang baik, dan amat sangat mencintai Tegar. Mungkin berlebihan. Sampai-sampai dia mengikat hatinya. Dia menunggu selama dua tahun tanpa kabar. Tanpa tahu apakah Tegar akan kembali dengan janji-janji yang tertunaikan. Tegar tahu, dia hanya menunaikan tugas sebagai sahabat yang baik bagi Rosie. Dia pasti kembali kepada Sekar. Tapi dia terjebak.


Saat membaca tiap kata di novel ini, yang terus berputar di kepala saya adalah kata2 'mencintai berlebihan'. Serem. Nggak tau kenapa. Sekar adalah tempat curahan hati Tegar saat masa-masa sulit. Tempat Tegar berkeluh kesah. Sampai dia sendiri yang menanam benih-benih perasaan. Menumbuhkannya seperti bunga matahari yang mekar di musim semi. Tapi musim seminya nggak cuma 4 bulan, malah sepanjang tahun. Dan Tegar memutuskan mencintai Sekar.

Kalian tahu, quote Tere Liye sering bilang begini, "Jangan terlalu mencintai seseorang, atau kau tidak akan pernah bisa memilikinya."

Entahlah, apa saya salah atau tidak. Tapi yang dikatakan karakter 'Oma' pada novel ini membuat saya berpikir. Kesimpulannya seperti ini kurang lebihnya: quote nya itu cuma berlaku untuk laki-laki. Laki-laki yang terlalu mencintai seseorang akan terkurung hatinya. Akan membatu. Mati rasa seperti es jika tidak mendapatkan yang dia inginkan. Tapi berbeda dengan perempuan. Perempuan yang memiliki perasaan cinta yang sangat besar kepada seorang laki-laki, kalaupun nantinya tidak berakhir dengan laki-laki tersebut, dia akan memiliki energi hebat untuk membahagiakan orang-orang di sekitarnya. Maka menyesallah orang-orang/laki-laki yang menyia-nyiakan perempuan semacam ini.
Saat Rosie kembali dari shelter, pulang, seharusnya Tegar ingat. Ingat bahwa dia punya janji dengan Sekar. Iya, bisa ditebak, ya? Dia lupa. Atau pura-pura lupa. Dia terjebak dengan Rosie dan anak-anaknya. Anak-anak sangat menyayangi Tegar. Dan Tegar terlalu mencintai anak-anak. Hhmmmmm. Lalu Sekar gimana?

Tentu saja Sekar akan mengambil keputusan yang akan diambil oleh perempuan manapun yang ada di posisinya. Bertunangan, menikah dengan pria lain. Membakar seluruh perasaannya. Membakar seluruh harapan-harapan yang dia jalin sendiri. Harapan Tegar akan datang kembali. Dan apa mau dikata, Tegar tahu. Tegar datang sehari sebelum acara pertunangan. Batal. Pertunangan batal. Minggu depannya, Tegar memutuskan untuk menikahi Sekar. Masih memutuskan!

Jadi nikah?
dari Sunset Bersama Rosie (bukan ini endingnya)
Itu endingnya perlu kalian baca sendiri, ya. Endingnya bikin pengen banting novelnya. Gregetaaaaan. (Karena memang saya berat ke Sekar).
Yaa terlepas dari ending yang bikin saya sebel, jalan cerita dari novel ini bagus. Khas Bang Tere Liye sekali. Flash back-nya, gaya bahasanya (yang pake bahasa setengah baku), deskripsi tempat, suasana, mudah saya pahami. Seperti biasanya. Masih spesial.

Tapi....

Tapi tapi tapi. Agak kecewa. Karena novel yang ini ceritanya terlalu drama. Seperti sulit membayangkan ini terjadi sungguhan. Tidak seperti novel Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah yang menurut saya lebih 'merakyat' atau seperti benar-benar terjadi di kehidupan nyata. Tidak berlebihan. Tidak kedrama-dramaan. Novel ini, entah bagaimana saat saya membacanya membuat saya banyak bergumam 'hmm. Lebai banget, sih.' Entahlah. Apalah-apalah. Dari sinopsis yang saya tulis tadi, mungkin sudab bisa menyimpulkan kalau genre-nya memang drama banget. Tapi ceritanya bagus. Tanpa bab terakhir. Bagus. Hahaha.

Kalau kalian penasaran, kalian boleh baca kok. Meskipun akhirnya sebel, nggak papa. Pengalaman dibikin sebel sama novel. Hehehe. Untuk yang suka novel ber-genre fantasi, mungkin bisa baca serial BUMI-nya Bang Tere Liye. Sumpah itu khayal banget. Tapi tetap istimewa kok. Untuk yang suka genre action, Negeri Para Bedebah, Negeri di Ujung Tanduk, dan yang terbaru berjudul Pulang, saya rekomendasikan sekali untuk dibaca. Tiga novel tadi favorit saya. Seandainya bisa di-film-kan pasti keren. 

Sudah dulu happy readers! Untuk posting kali ini mungkin sepertinya tidak ada kesimpulan. Tapi menurut bang Tere Liye di novel yang 'menyebalkan' tadi, ini juga merupakan sebuah kesimpulan, TIDAK ADA KESIMPULAN. Hahaha.

Oh iya, ada lagi. Teruslah jadi orang baik. Teruslah bahagia. Jangan sia-siakan kesempatan. Jangan terlalu menyerahkan kesempatan kepada nasib, beranilah mengambil kesempatan. Katanya, sih. Bye! :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kasih masukan aja gak papa. Tambahin pendapat juga gak papa. Kalo ada pendapat lain sampein aja. Kritik aja juga gak papa. Terserah mau nulis apa deh, biar rame. Oke? *peluk cium dari header*