Agak ragu sebenarnya, nama dari objek wisata ini
Cuban Sewu atau Tumpak Sewu. Waktu saya diajak teman ke tempat ini, dia bilang
ngajaknya ke Tumpak Sewu. Tumpak Sewu memang nama yang populer di kalangan
orang Lumajang sini. Sedangkan Cuban Sewu, mungkin lebih populer di daerah
Malang. Cuban dan Tumpak memiliki makna yang sama yaitu air terjun.
Kan...bahasanya nambah lagi, ya? Ada antrukan, cuban, coban, tumpak, jurug.
Bhinneka Tunggal Ika-lah ya. Walau berbeda-beda tetap satu. Artinya tetap satu,
air terjun. :D
Hari minggu lalu saya dan teman saya berangkat menuju air terjun ini jam 08:18am dari rumah. Kami menuju arah Pasirian lalu masih terus ke Candipuro mengendarai motor. Jalan yang ditempuh sangat mudah karena tahun 2015 lalu diadakan perbaikan jembatan Kali Mujur dan badan jalan di jalur Lumajang – Pasirian. Tapi sebelum sampai di lokasi, sekitar pukul setengah 10 kami mampir terlebih dahulu di Geladak Perak yang letaknya berada di Lereng Semeru. Geladak atau jembatan yang umurnya lebih tua dari mbah saya ini dulunya merupakan jalur utama, namun karena adanya letusan semeru puluhan tahun yang lalu, tepat di jembatan ini terkena aliran lava pijar dan jalur menjadi terputus. Sehingga dibuatlah jembatan baru yang lebih besar di sebelahnya.
ini saya lagi di jembatan lamanya yang lebih kecil dari jembatan baru (jembatan barunya di belakang saya) |
ini jembatan lama |
Setelah puas terpesona pemandangan di sana, ketemu
temen kuliah secara gak sengaja sama cowoknya, dan sedikit foto-foto (beneran
lho, fotonya cuma sedikit), kami kembali ke parkiran. Oiya lupa cerita tadi,
ada parkirannya teman-teman. Jadi kalau mau ke jembatan lama, ada parkirannya
dan gratis. Di situ juga disediakan toilet, mushola, dan warung kopi yang tahu
petisnya enak banget. Iya kami mampir makan tahu petis sebentar sebelum
melanjutkan perjalanan.
Berjarak setengah jam lagi dari lokasi, tiba-tiba
hujan turun dengan derasnya. Kami terpaksa berteduh di warung mie ayam
terdekat. Warungnya bukan yang gede gitu teman-teman. Cuma ada gardu sama
rombong dan warung berdinding bambu saja. Suasana pedesaan yang masih begitu
kental. Kami hanya menumpang berteduh di gardu saat itu, nggak pesen mie ayam
karena masih sama-sama kenyang tahu petis. Akhirnya daripada garingin yang jual
mie ayam, temen saya ambil dua plastik camilan. Beberapa menit kemudian datang 3
pengendara motor lainnya yang berteduh. Ternyata mereka datang dari Surabaya
dan bermaksud ke tujuan yang sama dengan kami.
Setelah hujan agak reda, ketiganya berpamitan
berangkat duluan. Padahal mereka nggak tau jalannya. Kami juga belum pernah ke
sana, tapi seenggaknya kami tau arahnya. Saya dan teman saya ini sampe di
lokasi sekitar pukul 12.30pm. Dan yang kami temukan adalah tulisan “Cuban Sewu”.
Tempatnya benar-benar di perbatasan kabupaten Lumajang dan kabupaten Malang.
Pantas saja beberapa waktu yang lalu semacam kontroversi menentukan objek ini
milik Lumajang atau Malang. Kenyataan yang ada yaitu di objek ini terdapat
pengelolaan yang baik dari pihak warga yang berada di kabupaten Malang. Seperti
fasilitas toilet, parkiran, loket, petugas monitoring, medan tempuh yang sudah
dibuat lebih mudah daripada medan tempuh lokasi dari Lumajang, dan sebagainya.
penampakan Cuban Sewu dari atas (maaf cuma pake kamera hp. iya bener gak fungsi kamera yang dibawa. gak sempet jepret-jepret) |
Jadi dari pertama memasuki objek dan berjalan
sekitar 100 meter, cuban sewunya udah keliatan dari atas. Memang cuban sewu ini
letaknya di bawah. Jadi harus turun dulu untuk menikmati lebih dekat. Dan iya,
gede dan keren banget. Airnya merembes dari sela-sela tebing dan masih bening.
Hanya satu aliran air yang sumbernya dari sungai dan warnanya kecoklatan,
mungkin karena lagi musim hujan. Tapi sumpah, buagussss. Sebenarnya keindahan
cuban sewu ini dapat dinikmati dari atas seperti ini, tapi adventurer biasanya
kurang puas jika tidak menikmati ini dari dekat. Tertantang dengan adanya jalan
tempuh yang sudah disediakan, kami turun. Dengan tangga-tangga bersudut
mendekati 90 derajat. Sampe bawah sepertinya kami tempuh dalam waktu 1 jam.
Iya. Satu jam menuruni tangga-tangga 90 derajat tadi. Tapi WORTH IT! IT WASN’T
LIKE “WOW”, BUT IT WAS LIKE “WOOOOWWW SUBHANALLAH IT’S SO AWESOME!!!”
Kami mulai cari-cari tempat buat duduk. Iya karena
emang di daerah aliran sungai yang banyak pasirnya (pasir semeru men :3), kami
agak kesulitan cari tempat buat istirahatin kaki. Akhirnya saya putuskan duduk
di pinggir sungai dengan sandal gunung dijadiin alas. Ada yang unik saat itu. Saya
dan teman saya sengaja bawa air panas dan pop mie buat diseduh di bawah air
terjun situ. Dan meskipun orang-orang liatnya kami agak freak, karena gak ada yang lain yang bawa pop mie saat itu, tapi
pop mie nya enaaaak bangeeeet. Rasanya super sekali kayak mario teguh.
Setelah ternganga selama beberapa jam di sana dan
menyiapkan mental buat balik menaiki tangga 90 derajat (iya baliknya naik),
kami mulai naik sekitar pukul 4 sore. Dengan nafas yang sangat tersengal-sengal
kami sampai di parkiran lagi pukul 4.39pm. Sore itu kami kembali pulang ke
lumajang ditemani hujan deras. Mampir lagi di jembatan perak pukul 05.30pm
untuk sholat, dan melanjutkan perjalanan. Masih ditemani hujan deras plus
banjik plus mati lampu. Akhirnya sempat berteduh beberapa kali sehingga saya
sampai di rumah pukul 07:48pm. Iya, hampir 12 jam refreshing saya hari itu.
Kaki masih njarem-njarem selama dua hari, tapi semuanya itu worth it.
Terima kasih, ya :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kasih masukan aja gak papa. Tambahin pendapat juga gak papa. Kalo ada pendapat lain sampein aja. Kritik aja juga gak papa. Terserah mau nulis apa deh, biar rame. Oke? *peluk cium dari header*