Kamis, 14 Desember 2017

Hai Kenangan - Episode 3

Tanganku gemas menunggu skor dia muncul di layar hp ku. Berulang kali ku-refresh tapi tetap tidak ada perubahan. Skor apaan? Duel Otak.

Itu adalah salah satu game yang lagi hitz pada masa itu. Tahu, kan? Duel otak itu adalah game yang di dalamnya terdapat pertanyaan-pertanyaan seputar umum, hiburan, musik, budaya, ilmu pengetahuan, dan lain-lain yang harus dijawab oleh pemain. Kita bisa main jika dan hanya jika menantang atau ditantang oleh pemain yang lain.

Sekitar satu bulan yang lalu ada cowok yang meminta id game Duel Otak milikku. Beberapa hari semangat sih, kita saling menantang untuk berebut skor menjawab -pertanyaan-pertanyaan itu diselingi ngobrol di fitur chatnya. Lama kelamaan kami mulai berpindah ke BBM dan whatsapp. Iya, karena BBM sering pending pada jamannya.

"Aku tuh kayaknya gak disukain sama temen-temen," ketikku. Ciee klise banget modus lu ep! Ya nggak gitu sih, aku memang sedang galau saat itu. (maaf lupa sebabnya)

Tring.
"Masak, sih? Kenapa?"

"Kayaknya gara-gara aku suka bully.
Padahal cuma bercanda sih" aku membalas asal.

Tring.
"Try me!" alisku mengerut.

"Apanya?"

Tring.
"Coba bully aku."

Aku tertawa kecil. Literally. Hahaha. Kira-kira dia ingin aku menjawab apa?
"Nggak mau, ah.  Aku cuma bully orang yang pinter main Duel Otak aja. Bukan yang sering aku kalahin." <<bully terselubung>>

Dia tertawa, kemudian berbalas membully-ku juga. Begitulah kira-kira bulan Desember dua tahun yang lalu berjalan. Obrolan ringan juga berat sering mewarnai langit-langit hatiku. Belum menyentuh dasarnya. Tapi cukup membuatku nyaman sejenak dari perasaan kesal yang masih saja kurasa pada seseorang.

"Mau ada acara di alun-alun. Namanya Loemadjang Djaman Doeloe." iya, chatting aja terus.

Tring.
"Eh, semacam MTD gitu, ya?"

"Iya. Liat yuk!
Ati-ati lho, mas.
Kalo temenan sama aku, sering aku ajak-ajakin nonton ginian ntar hahaha." jawabku.

Tring.
"Oh gitu. Hahaha. Oke liat nanti deh, hari apa?"

"Sabtu - Minggu tanggal 19 sampe 20." sekarang Selasa.

Dan hari Sabtu, dia pertama menghubungiku dan mengajak berangkat bersama ke sana. Aku mulai bingung kostum apa yang akan kukenakan. Sedangkan waktu dia menjemputku (dia menjemputku ke rumah untuk pertama kalinya), ternyata dia memakai baju biasa. Jeans dan T-Shirt coklat andalannya. Entah sekarang dimana T-Shirt itu >_<. Oiya, tulisan tentang LDD bisa kalian baca di sini. Saking senangnya, aku bikin 3 episode di artikel itu.

----------

Aku parkir motorku tepat di tepi jalan. Kafe ini tidak memiliki pelataran parkir yang memadai. Jadi kami harus pintar-pintar parkir dengan baik, alias rebutan tempat parkir. Dia tadi bilang kalau sudah sampai di dalam. Kulepas helm-ku dan melihat ke arah dalam kafe. Itu dia. Dengan laptop andalannya melihat ke arahku sambil tersenyum dan kembali sibuk dengan laptopnya. Duh, kenapa sih orang ini hobi banget senyum kayak gitu?!

Aku memilih duduk di kursi di depannya sambil senyum-senyum. Dia menundukkan layar laptopnya separuh, tidak sampai tertutup seluruhnya.

Aku bilang, "kok gak mauludan?" dengan nada sedikit membully. Ingat, saya bulliers pada jamannya.

"Emang wajib?" jawabnya santai.

Ini kali kelima aku bertemu dengannya. Terakhir bertemu dengannya waktu nonton Loemadjang Djaman Doeloe hari Sabtu malam. Rabu malam ini aku memaksakan diri mau diguyur gerimis menyetir motor malam-malam untuk memenuhi janji. Dia mengajakku makan es krim sambil mengajarinya (lagi, dan kali ini) Adobe Photoshop Lightroom. Memang ada-ada saja modusnya. But, who can say no to ice cream? Dan akupun yakin, nggak akan menyesal bertemu dengannya. :)

"Besok diajakin renang ke selokambang sama mbak Eva...," kataku di sela-sela kesibukan kami mengutak-atik adobe.

"Hmm? Ayo." Yes!

"Abis ini dia ke sini," sahutku cepat. Takut menunjukkan senangku. Tak lama kemudian, saudara kembarku tiba di kafe itu bersama dengan pacarnya. Pacar baru. Dan setelah meminta diambilkan beberapa foto olehku, mereka berdua sudah mengajakku untuk pulang. Tapi aku yang tidak mau. Hahaha, maaf masih betah.

"Tahu nggak, enaknya ke Selokambang jam berapa?"

"Pagi-pagi, dong!" jawabku.

"Jam berapa?" tanya dia lagi. Then I realized. Dia nggak tanya, he let me guess.

"Enggg..... Ya jam setengah 7 apa jam 7 gitu." Dia ketawa. Itu sudah siang menurutnya.

Lalu dia menjelaskan, "kamu tahu nggak (dia selalu menggunakan pembukaan gini pas mau cerita), selokambang tuh buka jam setengah 5. Dan di sana selalu rame sama orang-orang menengah ke atas. Tapi bukan orang jawa."

"Hmmm?"

"Orang keturunan Cina."

"Heh! Rasis....."

"Lho emang bener, kok. Kalo nggak percaya, kita berangkat pagi besok."

"Oke, ketemu di sana ya!"

cafe tempat kai mengobrol sampai malam

-------------------

Lumajang,
December 25th, 2015.

"Aku sayang Evi, mangkane aku ngomong iki dan sembarang kalir e iki nang Evi polae aku peduli nang Evi."







Itu dia mengaku tidak sengaja mengatakannya, waktu dia sedang bercerita, mengibaratkan dengan hal itu. Yang akhirnya semakin membuat kita berdua sama-sama baper.

TO BE CONTINUED

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kasih masukan aja gak papa. Tambahin pendapat juga gak papa. Kalo ada pendapat lain sampein aja. Kritik aja juga gak papa. Terserah mau nulis apa deh, biar rame. Oke? *peluk cium dari header*